BEEF CATTLE — Jakarta – Seorang pemuda asal Ciaul, Jalan Amubawa, Subangjaya, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi, Muhammad Bagas Saputra (22), diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kamboja.
Bagas dikabarkan mengalami penyiksaan dan penyekapan setelah sebelumnya dijanjikan bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di Tiongkok dan Vietnam.
Rangga Saputra (26), kakak kandung Bagas, menuturkan awal mula kejadian pilu yang menimpa adiknya. Pada akhir 2023, Bagas meminta izin untuk bekerja sebagai ABK di Tiongkok dan Vietnam. Pihak keluarga mengizinkan karena tawaran pekerjaan tersebut dianggap legal dan Bagas memiliki paspor.
“Awal kejadian berangkat, Bagas itu adik saya sendiri, dia minta izin ke saya di akhir 2023 dia minta izin buat berangkat, jadi ABK berlayar ke China, Vietnam, kayak gitu,” terang Rangga saat ditemui, Rabu (2/7/2025).
Setelah tiga bulan bekerja, Bagas mengabarkan bahwa ia mengalami masalah sampai dipulangkan di tengah jalan tanpa tiket dan uang.
“Adik saya tuh empat orang sama temannya langsung disuruh pulang tanpa dikasih tiket ataupun uang, bahkan gaji pun enggak ada sama sekali,” tuturnya.
Meski demikian, Rangga tidak mempermasalahkan gaji adiknya yang tidak dibayarkan. Ia hanya khawatir dengan keselamatan Bagas. Bagas kemudian menghubungi Rangga dari meminjam ponsel orang lain.
“Dia pinjam HP orang lain mungkin karena dia enggak tahu bahasa Cina atau apalah, dia mungkin ke polisi atau security disana minta ditelpon saya katanya ‘A Bagas posisi saya sudah di China mau pulang ke Indonesia nggak ada tiket, uang juga, bingung mau bagaimana’,” ungkapnya.
Dari China Terjebak di Kamboja
Setelah kejadian di China, Bagas menghilang tanpa kabar selama hampir setahun. Pada Jumat 27 Juni 2025, keluarga kembali menerima kabar dari Bagas. Ia sempat menelepon dan melakukan panggilan video singkat, mengabarkan bahwa ia baik-baik saja dan akan pulang ke Sukabumi karena kontrak kerjanya sudah habis.
Namun, beberapa jam kemudian, di hari yang sama, keluarga menerima panggilan video mengejutkan dari nomor tak dikenal.
“Itu baru kita ditelepon di video call dengan kondisi adik saya di tali pakai tambang itu,” kata Rangga dengan nada khawatir.
Dalam kasus TPPO ini, Bagas mengaku disekap di daerah Bavet, Kamboja, dan mengalami penyiksaan. Saat ditanya lebih lanjut mengenai lokasinya, adiknya seringkali disetrum dan dicambuk oleh para penyekapnya.
“Waktu kami tanya, sama keluarga tanya, itu kan posisinya lagi disiksa tuh. Tiap nanya itu Kamboja-nya di mana, adik saya kan disetrum lagi, dicambuk lagi,” ungkapnya.
Ia juga menyebutkan bahwa tangan kanan adiknya mengalami luka akibat penyiksaan.
Di Kamboja, Bagas dikabarkan seorang diri, meskipun ada teman sesama Sukabumi yang diketahui berada di satu wilayah perusahaan. Namun, teman tersebut tidak mau membocorkan lokasi penyekapan Bagas.
“Di sana sendirian, terus tahu saya. Cuma ada, sebenarnya ada temannya yang satu Sukabumi. Cuma dia enggak mau membocorkan gitu. Tempatnya, lokasinya kayak gitu,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa ada seorang wanita berbahasa Indonesia yang merupakan tangan kanan bos penyekap Bagas.
Nusa Putra Siap Dampingi Penyelamatan dan Proses Hukum
Lebih lanjut, mendengar kabar ini, LKBH (Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum) Nusa Putra University memberikan bantuan pendampingan hukum kepada keluarga Bagas.
Teddy Lesmana, Dekan Fakultas Hukum, Bisnis dan Pendidikan Universitas Nusa Putra Sukabumi, menyatakan kesiapan kampusnya untuk mendampingi kasus ini.
“Mungkin Pak Iman (Rektor Universitas Nusa Putra) melihat dengan didampinginya oleh Nusa Putra, ini juga bisa. Tentunya selain dengan LKBH (Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum), itu juga akan melakukan jalur informasi melalui internasionalitas kita,” kata Teddy.
Nusa Putra akan berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kamboja dan Kedutaan Besar Kamboja di Indonesia untuk mendapatkan informasi dan memulangkan Bagas.
“Misi kita pertama adalah menyelamatkan korban kita, secepatnya harus bisa dipulangkan. Nanti kita susun strategi penanganan hukumnya,” tegas Teddy.
Teddy menjelaskan bahwa ada dua penanganan hukum yang akan dilakukan. Pertama, penanganan hukum domestik untuk mencari pihak-pihak yang bertanggung jawab di dalam negeri. Kedua, akan dicek apakah ada perjanjian ekstradisi TPPO antara Indonesia dengan Kamboja. Jika ada, para pelaku di Kamboja bisa diadili.
“Atau nanti kita akan mendorong melalui kedutaan yang di sana, agar pelaku juga ditindak melalui atau dengan menggunakan instrumen hukum Kamboja sendiri,” jelasnya.